Langsung ke konten utama

Sarasehan Reyog Bersama Bupati Ponorogo

oleh : Najih Muhammadiy

Senin malam tanggal 18 April 2016 lalu, pukul 20.00 bertempat di Pendopo Agung Kabupaten Ponorogo, perwakilan Manggolo Mudho telah hadir dan menunggu. Malam itu, Bupati Ponorogo yang baru terpilih, Ipong Muchlissoni, menggelar acara Sarasehan Reyog yang mengundang seluruh pegiat, penggiat, pelaku, pelestari, dan seniman Reyog Ponorogo baik dari dalam maupun luar daerah Kabupaten Ponorogo. Menurut Bambang Wibisono, Kepala Bagian Kebudayaan Disbudparpora Ponorogo, acara tersebut memang diselenggarakan Bupati guna mendengarkan uneg-uneg dan menjaring masukan terkait upaya pengembangan Reyog Ponorogo selama kepemimpinan beliau selama lima tahun ke depan.
Acara sarasehan baru dimulai pada pukul 21.30 setelah sebelumnya diawali dengan ramah-tamah dan makan-makan. Bupati Ipong malam itu didampingi Kepala Disbudparpora, Mbah Tobron dan Mbah Bikan selaku sesepuh Reyog Ponorogo, dan para pengurus Yayasan Reyog Ponorogo. Saat sambutan, Bupati Ipong menjelaskan beberapa hal terkait permasalahan-permasalahan soal pengembangan Reyog Ponorogo seperti soal Festival Reyog Nasional, soal perkembangan dan pengembangan Reyog Ponorogo secara umum, serta soal rencana pembangunan Kampung Reyog yang gagal terealisasi pada kepemimpinan bupati sebelumnya. Ketiga hal tersebut dipandang krusial untuk didiskusikan karena sudah lama para seniman menyimpan ‘klesak-klesik’ terkait persoalan-persoalan tersebut beberapa tahun belakangan.
Kepala Disbudparpora selaku moderator malam itu membuka sesi tanya-jawab pertama bagi 5 penanya pertama. Meskipun berjudul sesi tanya-jawab, pada praktiknya justru para seniman banyak memberikan kritik serta saran yang beruntungnya malah disyukuri dan sangat diapresiasi oleh Bupati. Pak Sis, salah seorang seniman Reyog senior sebagai penanya pertama memberikan sebuah usulan awal yaitu penambahan kategori dalam Festival Reyog Nasional (FRN); kategori Reyog Ponorogo tradisional/pakem, dan kategori Reyog Ponorogo garapan/kreasi. Hal ini, menurut beliau, sebagai pembatas atau pagar agar masyarakat serta para koreografer maupun komposer yang biasa menggarap peserta FRN memahami betul rambu-rambu tentang mana yang bisa dikreasi dan mana yang tidak bisa dikreasi dalam sebuah pementasan Reyog Ponorogo. Mengamini usul Pak Sis tersebut, Dedy Satya Amijaya, salah seorang seniman muda Ponorogo lulusan ISI Surakarta juga menambahkan masukan tentang pentingnya Ponorogo untuk memiliki banyak acara pentas maupun festival seni dengan frekuensi penyelenggaraan yang lebih sering. Ia pun memberikan saran untuk festival-festival tersebut dilaksanakan berdasarkan pengelompokan bebrapa kecamatan atau daerah yang memiliki kecenderungan karakter budaya yang sama. Sebagaimana diketahui, beberapa tahun terakhir ia telah berhasil menyelenggarakan Kercopan (Kertosari, Cokromenggalan, Patihan) Art Festival yang dibangun bersama warga tiga kelurahan tersebut.

Perwakilan Persatuan Reyog Ponorogo Indonesia (PRPI) yang didirikan dan para pengurusnya berkedudukan di Surabaya, malam itu diwakili oleh Pak Heru dan Pak Sis. Mereka mengusulkan perlunya kesenian sekelas Reyog Ponorogo memiliki sebuah lembaga resmi yang independen dan kuat dalam kepengurusan, hal ini terutama untuk memuluskan upaya Pemerintah Kab.Ponorogo dalam pengusulan Reyog Ponorogo menjadi salahsatu warisan kebudayaan dunia kepada UNESCO. Seperti diketahui, saat ini ada beberapa lembaga/badan yang mengklaim sebagai lembaga yang mengurusi Reyog Ponorogo. Yayasan Reyog yang dibentuk resmi oleh pemerintah kinerjanya dianggap belum memuaskan dan belum mencakup menyeluruh ke pelosok negeri. Padahal, tidak bisa dipungkiri Reyog Ponorogo turut menyebar melalui para transmigran maupun buruh migran asal Ponorogo yang membawa serta semangat pengembangan Reyog Ponorogo di daerah yang mereka diami saat ini. Persoalan ini dijawab Bupati bahwa ia beserta pejabat terkait tengah menyiapkan revitalisasi Yayasan Reyog demi mengakomodasi usulan-usulan tersebut tadi. Bupati menegaskan perlunya Yayasan Reyog diisi oleh orang-orang yang mengerti betul tentang Reyog Ponorogo sekaligus berkemampuan manajerial yang mumpuni. Pelengkapan database yang berisi detail grup-grup Reyog yang ada di dalam dan luar Ponorogo juga harus segera dilakukan, pungkas Bupati.
Hariadi, guru SMAN 1 Ponorogo memberi masukan tentang pengembangan Reyog Ponorogo sebagai salahsatu komponen pendidikan. Ia memberi contoh dengan apa yang telah berhasil ia lakukan bersama SMAN 1 Ponorogo yang berhasil ‘membuat’ Universitas Brawijaya Malang menjadikan sertifikat peserta Festival Reyog Nasional sebagai golden ticket untuk diterima sebagai mahasiswa disana. Guru senior ini menambahkan, pentingnya penegasan Festival Reyog Mini (FRM) sebagai sarana pendidikan dan unjuk gigi hasil dari penerapan muatan-lokal Reyog Ponorogo yang sudah dilaksanakan di banyak SD dan SMP di Ponorogo. Oleh karena itu, menurutnya, pelaksanaan FRM diserahkan atau setidaknya melibatkan Dinas Pendidikan. Terakhir, ia juga berharap pemerintah bisa mengusulkan agar Ponorogo memiliki hak otonomi untuk menetapkan Reyog Ponorogo sebagai muatan-lokal resmi sehingga bisa diberlakukan dengan lebih luas.
Dari kalangan akademisi lain, ada pula Nursilah, seorang asli Ponorogo yang kini menjadi dosen di Jakarta. Dari hasil penelitian yang ia lakukan, ia kemudian memberikan beberapa saran kepada pemerintah. Pertama, perlunya konsistensi penyebutan Reyog dengan tambahan ‘Ponorogo’ sebagai identitas yang otentik. Hal ini disebabkan fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak hanya Ponorogo yang memiliki kesenian yang disebut Reyog. Banyak daerah-daerah lain mulai Jawa Barat hingga Jawa Timur juga mempunyai kesenian yang disebut Reyog dengan versi mereka sendiri. Persoalan ini juga demi mencegah klaim-klaim yang tidak diharapkan, juga dapat mendukung pengajuan Reyog Ponorogo sebagai warisan budaya dunia kepada UNESCO. Kedua, sehubungan dengan usulan kepada UNESCO itu, Nursilah juga menyinggung soal belum mampunya Pemerintah Ponorogo mengatur regulasi tentang penggunaan kepala dan kulit asli harimau dalam pembuatan topeng dhadhak merak. Harimau merupakan salahsatu jenis hewan yang telah dinyatakan punah di Jawa dan Bali, sementara di Sumatra keberadaan mereka makin terancam. Persoalan ini dianggap akan menjadi salahsatu penghambat usulan kepada UNESCO, mengingat hukum dan undang-undang tentang perlindungan satwa langka diberlakukan sangat ketat di luar negeri. 
Kami juga berkesempatan memberikan usul malam itu. Kami mengingatkan kembali soal kesepakatan yang dijanjikan oleh pihak Yayasan Reyog dan Disbudparpora saat kami menggelar audiensi dengan dua lembaga tersebut pada November lalu, berkaitan dengan permasalahan FRN 2015 yang dianggap jangan sampai terulang. Menanggapi hal itu, Kepala Disbudparpora dan Yayasan Reyog mengaku telah menyiapkan rancangan konsep pelaksanaan dan aturan baru yang akan digunakan pada FRN 2016 ini, namun urung diungkap pada kesempatan itu. Salah satu hal yang turut menarik atensi Bupati dari usulan kami adalah soal pemain ‘bon’ dalam FRN. Sebagaimana sudah menjadi rahasia umum, FRN 2015 yang dijuarai oleh Kab.Lamandau (Kalteng) disinyalir berakhir prematur. Kabupaten Lamandau diisukan menyewa sebuah sanggar secara utuh untuk mengikuti FRN atas nama daerah mereka. Sebagian besar kalangan pelaku seni Reyog di Ponorogo meyakini  100% pemain/penari yang mewakili nama Kabupaten Lamandau adalah orang-orang Ponorogo sendiri. Ini yang kemudian membuat Bupati juga geleng kepala sehingga ikut mengusulkan dibuatnya aturan yang jelas yang membatasi seberapa banyak sebuah grup Reyog boleh menyewa pemain yang bukan dari daerah/organisasinya sendiri. 
Bupati juga mengungkapkan rencananya dalam membangun Kampung Reyog sebagai pusat kegiatan seni yang ada di Ponorogo. Ia mengungkapkan akan berusaha mengambilkan dana pembangunan Kampung Reyog ini dari Kemenperindag ditambah APBD Ponorogo sendiri yang ditaksir akan menghabiskan dana sekitar 80 Milyar rupiah. Kampung Reyog ini rencananya akan dibangun di bekas sub-terminal Tambak Bayan dengan total luas area 4 hektar. Tempat ini akan diisi oleh gedung/panggung pementasan yang selalu menampilkan pementasan setiap hari, pusat kuliner khas Ponorogo, pusat souvenir, Museum Reyog, dan pusat pembelajaran Reyog Ponorogo bagi para wisatawan. Selain meningkatkan geliat ekonomi para perajin peralatan Reyog Ponorogo dan pengusaha kuliner, Kampung Reyog ini juga disiapkan agar para seniman di Ponorogo memiliki wadah keahlian mereka, agar mampu berkontribusi terhadap kesejahteraan para seniman.
Secara keseluruhan, Bupati mengapresiasi seluruh kritik dan saran yang masuk. Beliau juga berjanji mengusahakan agar pelaksanaan FRN dan Grebeg Suro 2016 ini terlaksana dengan lebih baik dari sebelumnya. Kita sebagai masyarakat secara umum dan secara khusus sebagai pecinta dan pelaku seni tentu harus mendukung apa saja program yang baik dan mengawal serta member kritik dan saran yang membangun bagi perkembangan Reyog Ponorogo, hari ini dan masa yang akan datang. Salam budaya!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tampil Di Film Peraih Asia Pasific Screen Award, MM Semakin Eksis

Selamat Malam Dulur Pecinta Reyog Ponorogo. Mau ngasih info aja, buat kalian yang pengen ngajak doi nonton film. Mimin mau ngasih tau kalau video diatas adalah salah satu adegan dibalik layar proses pengambilan gambar di film “Kucumbu Tubuh Indahku” karya @garin_film KUCUMBU TUBUH INDAHKU bersama Reyog Manggolo Mudho juga dong pastinya, segera tayang di Bioskop 18 April 2019. Jangan sendiri! video from: @fourcoloursfilms #KucumbuTubuhIndahku #MemoriesofMyBody  #GarinNugroho  #fourcoloursfilms #DubalikLayar #Behindthescene #FilmIndonesia #supportfilmindonesia

MANGGOLO MUDHO GELAR PENTAS SYUKURAN

  Bukan Manggolo Mudho namanya kalau tidak membuat kejutan. Malam ini, Rabu (3/10), Manggolo Mudho menggelar Pentas Syukuran yang bertajuk Special Show di  halaman Kantor Kecamatan Depok, Sleman, Yogyakarta. Acara ini mampu menarik perhatian para pecinta kesenian Reyog Ponorogo di Yogyakarta. Ratusan orang sudah mulai berdatangan ke Kantor Kecamatan Depok sejak sore hari. Antusiasme masyarakat tersebut tak lain demi untuk menyaksikan penampilan Reyog Manggolo Mudho. Acara ini turut dihadiri oleh perwakilan Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman, Camat Depok, dan Pawargo Yogyakarta. Ucapan selamat serta apresiasi setinggi-tingginya disampaikan oleh para tamu undangan tersebut dalam sambutannya. Selain itu, hadir pula ada malam tersebut 5 orang peserta program Friendship Force dari Inggris. Acaa ini digelar sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan Manggolo Mudho di Festival Nasional Reyog Ponorogo tahun ini. Seperti diketahui bersama bahwa pada event berg

Be Strong Bantul

[BE STRONG BANTUL] Kami segenap keluarga besar Reyog Manggolo Mudho Pawaro Yogyakarta turut berbelasungkawa atas musibah yang melanda dulur-dulur kami yang ada di Kabupaten Bantul, Yogyakarta (DIY), Minggu (17/3) malam. Semoga dulur-dulur yang ada di Bantul dan sekitarnya tetap tabah dan diberikan keselamatan. Kami mengajak untuk teman-teman mahasiswa yang ada di Yogyakarta untuk tetap berhati-hati dalam beberapa hari kedepan. Menurut Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), cuaca ekstrem berpotensi masih akan melanda DIY untuk beberapa waktu ke depan. #prayforbantul #bantul #banjirbantul #infobantul